BANDARLAMPUNG – Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. bersikukuh mencabut
perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Pasar Tengah, Pasar Ayam, dan
Pasar Panjang. Hal itu dilakukan apabila pemilik ruko nekat tidak
membayar retribusi pemakaian aset pemerintah.
Orang nomor satu di Kota Tapis Berseri ini menegaskan hal itu setelah
’’ditentang’’ sejumlah kalangan, yang mengharapkan Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha dan Peraturan Wali Kota
Bandarlampung No. 47/2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penetapan
Kewajiban Retribusi Pemakai Kekayaan Daerah atas HGB di Atas Hak
Pengelolaan Lahan (HPL) untuk dikaji kembali.
’’Kita sudah cukup
toleransi, dengan menurunkan besaran tarif retribusi pemakaian aset
pemerintah atas ruko tersebut. Kalau mereka yang menempati aset
pemerintah tidak mau bayar retribusi, maka kita akan ambil tindakan
tegas dengan melakukan pengosongan ruko,’’ tegas Herman H.N. didampingi
Sekkot Badri Tamam, Kadis Pengelolaan Pasar Khasrian Anwar, dan sejumlah
pejabat terkait.
Saat ini, lanjut Herman, banyak pihak yang
berkomentar seakan pemkot menyalahi aturan terkait retribusi yang
diwajibkan untuk dibayar para pedagang yang menempati ruko. ’’Yang salah
siapa? Kita menagih retribusi sesuai aturan. Kan ada payung hukumnya.
Itu diatur dalam perda. Maka jangan asal ngomong!’’ sergahnya.
Nah
yang terjadi, lanjut Herman, para pedagang yang menempati ruko-ruko
tersebut telah memperpanjang HGB-nya selama 20 tahun. Sebelum habis masa
izin HGB. ’’Izin mereka habis tahun 2011, tetapi mereka sudah
memperpanjang HGB dari tahun 2010, bahkan ada yang 2009. (Perpanjangan)
sebelum habis masa izin HGB,’’ ujar dia.
Menurut Herman, hal
tersebut jelas merugikan pendapatan daerah. Pasalnya, perpanjangan HGB
yang sudah dilakukan tidak masuk kas daerah. ’’Saya ingatkan ya, semua
pihak yang sudah memperpanjang izinnya, padahal habis izin HGB-nya di
masa saya sekarang, maka itu tidak benar. Ini tidak ada hak yang lain,
saya yang bisa memberi rekomendasi, di mana saat HGB-nya sudah habis.
Ini banyak bicara orang yang tidak tahu aturan. Ini banyak HGB, banyak
dikeluarkan wali kota terdahulu. Padahal belum habis masa HGB-nya,’’
ujar Herman dengan nada tinggi di hadapan sejumlah wartawan.
Dalam
hal memungut retribusi, imbuh mantan Kadispenda Lampung itu, pemkot
memenuhi aturan, tidak asal memungut. Pasalnya apa pun milik pemkot,
maka bagi yang menggunakan asetnya harus membayar.
Herman
berpendapat, perlu diusut bagi mereka yang sudah memperpanjang HGB, ke
mana uang yang seharusnya masuk kas daerah? ’’Semua pedagang harus
setor. Saya tidak ada toleransi. Karena saya sudah mengurangi 50 persen
dari yang seharusnya. Kalau pedagang merasa keberatan, silakan tanya ke
tempat mereka dulu menyetorkan perpanjangan HGB. Apa masuk ke kantong
pribadi?’’ kata Herman balik bertanya.
Ditambahkannya, jika para
pedagang tersebut bisa menunjukkan bukti perpanjangan HGB masuk kas
daerah, maka pemkot akan memberikan potongan pembayaran dari besaran
tarif retribusi. ’’Kita minta mereka menunjukkan tanda pembayaran HGB,
masuk tidak ke kas daerah. Kalau tidak ada buktinya, maka para pedagang
harus menaati pembayaran retribusi. Kalau tidak mau, akan kita suruh
mereka mengosongkan ruko yang ditempati,’’ pungkasnya.
Sementara
untuk besaran tarif, sambung Herman, untuk ruko di Pasar Tengah sudah
ditetapkan sebesar Rp12.500 per meter. Kemudian di Pasar Ayam Rp7.000
per meter dan di Pasar Panjang Rp5.000 per meter.
Berdasarkan
Surat Perjanjian Nomor: 219/PKS/1990, kontrak bagi tempat usaha dalam
rangka pembangunan Pasar Ayam, terdapat 99 ruko aset pemerintah
tertanggal 23 Mei 1990. Berdasarakan kontrak kerja tersebut, maka
HGB-nya akan habis pada tahun 2010. Namun yang terjadi, HGB di Pasar
Ayam sudah diperpanjang sejak tahun 2009. Bahkan ada yang dari tahun
2008.
Kondisi ini yang membuat Herman berang. Terlebih itu terjadi
saat dirinya hendak menarik retribusi yang merupakan upaya memperoleh
pendapatan asli daerah (PAD). ’’Saya ini tahu aturan. Kita menarik
retribusi sesuai ketentuan. Jadi kalau ada pihak yang tidak paham
aturan, saya harap jangan asal ngomong. Ini upaya kita untuk membangun
kota. Uangnya akan masuk kas daerah. Akan kita gunakan untuk
pembangunan,’’ tukasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPRD
Lampung Hartarto Lojaya sempat angkat bicara menyangkut keresahan yang
alami masyarakat itu. Legislator dari Partai Demokrat ini menjelaskan,
sesuai UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal
127 huruf a disebutkan jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi
pemakaian kekayaan daerah.
Dan pada pasal 128 ayat 1 disebutkan
objek retribusi pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 127 huruf a adalah pemakaian kekayaan daerah. ’’Dengan penjelasan,
pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa pemakaian kekayaan daerah antara
lain penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan, serta
kendaraan bermotor,” papar Hartarto.
Pada Perda No. 6/2011 pasal 2
huruf a disebutkan jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi
pemakaian kekayaan daerah dan pasal 5 ayat 1 beserta penjelasannya
menyebutkan pemakaian kekayaan daerah antara lain penyewaan tanah,
gedung, ambulans, rumah susun, rumah dinas, mobil derek, dan alat berat.
Nah
pada Perwali No. 47/2011 pasal 1 huruf k secara jelas disebutkan bahwa
retribusi pemakaian kekayaan daerah yang selanjutnya dapat disebut
retribusi adalah pembayaran atas pemakaian barang milik pemerintah
daerah yang antara lain berupa tanah, pembangunan gedung, dan
kendaraan/alat berat atau alat besar.
Pada pasal 3 ayat 1 juga
disebutkan, objek retribusi adalah pemakaian kekayaan daerah berupa
tanah HPL Pemkot Bandarlampung yang di atasnya telah berdiri bangunan
ruko/toko/kios yang dikuasai oleh perorangan maupun badan hukum sesuai
dengan nama yang tertulis di dalam sertifikat HGB di atas HPL.
’’Jadi
pasal 1 dan 3 Perwali No. 47/2011 tidak konsisten, dan ini bertentangan
dengan pasal 3 serta tak sesuai UU No. 28/2009 dan Perda No. 6/2011,”
pungkas dia.
Sehubungan dengan itu, menurut Hartarto, HGB di atas
HPL Pemkot Bandarlampung yang saat ini dikuasai para pemiik ruko, toko,
maupun kios sesuai nama yang tertera dalam sertifikat HGB yang
diterbitkan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) bukan merupakan
objek retribusi pemakaian kekayaan daerah.
’’Karenanya tidak
sesuai dengan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ini dijelaskan dalam pasal 127 dan 128. Demikian juga Perda Kota
Bandarlampung No. 6/2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, yaitu pasal 2
huruf a dan pasal 5 ayat 1 serta penjelasannya. Maka tidak ada aturan
yang mengatur tentang penarikan retribusi,’’ tandas dia.
Artinya,
perpanjangan HGB dan HPL dapat dilakukan kapan saja sebelum masa
berakhirnya itu memenuhi ketentuan sebagaimana ditegaskan dalam
Keputusan Kepala BPN No. 1/2005 tentang Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan BPN. (ful/c1/niz)
TOPIK HANGAT
-
Kabupaten OKU Timur memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Kabupaten OKU Timur juga merupakan salah satu daerah penghasil beras terbes...
-
BANDAR LAMPUNG : Polda Lampung kehilangan salah satu perwira terbaiknya. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Kombes Pol. Mahavi...
-
J AKARTA, Komering Post - Rangkaian prosesi pernikahan Edhie Baskoro Yudhoyono dan Siti Ruby Aliya Rajasa akan dimulai pada Selasa (22/1...
-
Bagaimana cara menambah ukuran, kekuatan dan stamina untuk ereksi? Tentu ini jadi pertanyaan yang berlangsung terus-menerus bagi kaum pria...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar