TOPIK HANGAT

9 Nov 2011

Tidak Bayar Retribusi, Wali Kota Cabut HGB

BANDARLAMPUNG – Wali Kota Bandarlampung Herman H.N.  bersikukuh mencabut perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Pasar Tengah, Pasar Ayam, dan Pasar Panjang. Hal itu dilakukan apabila pemilik ruko nekat tidak membayar retribusi pemakaian aset pemerintah.

Orang nomor satu di Kota Tapis Berseri ini menegaskan hal itu setelah ’’ditentang’’ sejumlah kalangan, yang mengharapkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha dan Peraturan Wali Kota Bandarlampung No. 47/2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penetapan Kewajiban Retribusi Pemakai Kekayaan Daerah atas HGB di Atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk dikaji kembali.
’’Kita sudah cukup toleransi, dengan menurunkan besaran tarif retribusi pemakaian aset pemerintah atas ruko tersebut. Kalau mereka yang menempati aset pemerintah tidak mau bayar retribusi, maka kita akan ambil tindakan tegas dengan melakukan pengosongan ruko,’’ tegas Herman H.N. didampingi Sekkot Badri Tamam, Kadis Pengelolaan Pasar Khasrian Anwar, dan sejumlah pejabat terkait.
Saat ini, lanjut Herman, banyak pihak yang berkomentar seakan pemkot menyalahi aturan terkait retribusi yang diwajibkan untuk dibayar para pedagang yang menempati ruko. ’’Yang salah siapa? Kita menagih retribusi sesuai aturan. Kan ada payung hukumnya. Itu diatur dalam perda. Maka jangan asal ngomong!’’ sergahnya.
Nah yang terjadi, lanjut Herman, para pedagang yang menempati ruko-ruko tersebut telah memperpanjang HGB-nya selama 20 tahun. Sebelum habis masa izin  HGB. ’’Izin mereka habis tahun 2011, tetapi mereka sudah memperpanjang HGB dari tahun 2010, bahkan ada yang 2009. (Perpanjangan) sebelum habis masa izin HGB,’’ ujar dia.
Menurut Herman, hal tersebut jelas merugikan pendapatan daerah. Pasalnya, perpanjangan HGB yang sudah dilakukan tidak masuk kas daerah. ’’Saya ingatkan ya, semua pihak yang sudah memperpanjang izinnya, padahal habis izin HGB-nya di masa saya sekarang, maka itu tidak benar. Ini tidak ada hak yang lain, saya yang bisa memberi rekomendasi, di mana saat HGB-nya sudah habis. Ini banyak bicara orang yang tidak tahu aturan. Ini banyak HGB, banyak dikeluarkan wali kota terdahulu. Padahal belum habis masa HGB-nya,’’ ujar Herman dengan nada tinggi di hadapan sejumlah wartawan.
Dalam hal memungut retribusi, imbuh mantan Kadispenda Lampung itu, pemkot memenuhi aturan, tidak asal memungut. Pasalnya apa pun milik pemkot, maka bagi yang menggunakan asetnya harus membayar.
Herman berpendapat, perlu diusut bagi mereka yang sudah memperpanjang HGB, ke mana uang yang seharusnya masuk kas daerah? ’’Semua pedagang harus setor. Saya tidak ada toleransi. Karena saya sudah mengurangi 50 persen dari yang seharusnya. Kalau pedagang merasa keberatan, silakan tanya ke tempat mereka dulu menyetorkan perpanjangan HGB. Apa masuk ke kantong pribadi?’’ kata Herman balik bertanya.
Ditambahkannya, jika para pedagang tersebut bisa menunjukkan bukti perpanjangan HGB masuk kas daerah, maka pemkot akan memberikan potongan pembayaran dari besaran tarif retribusi. ’’Kita minta mereka menunjukkan tanda pembayaran HGB, masuk tidak ke kas daerah. Kalau tidak ada buktinya, maka para pedagang harus menaati pembayaran retribusi. Kalau tidak mau, akan kita suruh mereka mengosongkan ruko yang ditempati,’’ pungkasnya.
Sementara untuk besaran tarif, sambung Herman, untuk ruko di Pasar Tengah sudah ditetapkan sebesar Rp12.500 per meter. Kemudian di Pasar Ayam Rp7.000 per meter dan di Pasar Panjang Rp5.000 per meter.
Berdasarkan  Surat Perjanjian Nomor: 219/PKS/1990, kontrak bagi tempat usaha dalam rangka pembangunan Pasar Ayam, terdapat 99 ruko aset pemerintah tertanggal 23 Mei 1990. Berdasarakan kontrak kerja tersebut, maka HGB-nya akan habis pada tahun 2010. Namun yang terjadi, HGB di Pasar Ayam sudah diperpanjang sejak tahun 2009. Bahkan ada yang dari tahun 2008.
Kondisi ini yang membuat Herman berang. Terlebih itu terjadi saat dirinya hendak menarik retribusi yang merupakan upaya memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). ’’Saya ini tahu aturan. Kita menarik retribusi sesuai ketentuan. Jadi kalau ada pihak yang tidak paham aturan, saya harap jangan asal ngomong. Ini upaya kita untuk membangun kota. Uangnya akan masuk kas daerah. Akan kita gunakan untuk pembangunan,’’ tukasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPRD Lampung Hartarto Lojaya sempat angkat bicara menyangkut keresahan yang alami masyarakat itu. Legislator dari Partai Demokrat ini menjelaskan, sesuai UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal 127 huruf a disebutkan jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah.
Dan pada pasal 128 ayat 1 disebutkan objek retribusi pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 huruf a adalah pemakaian kekayaan daerah. ’’Dengan penjelasan, pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa pemakaian kekayaan daerah antara lain penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan, serta kendaraan bermotor,” papar Hartarto.
Pada Perda No. 6/2011 pasal 2 huruf a disebutkan jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah dan pasal 5 ayat 1 beserta penjelasannya menyebutkan pemakaian kekayaan daerah antara lain penyewaan tanah, gedung, ambulans, rumah susun, rumah dinas, mobil derek, dan alat berat.
Nah pada Perwali No. 47/2011 pasal 1 huruf k secara jelas disebutkan bahwa retribusi pemakaian kekayaan daerah yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas pemakaian barang milik pemerintah daerah yang antara lain berupa tanah, pembangunan gedung, dan kendaraan/alat berat atau alat besar.
Pada pasal 3 ayat 1 juga disebutkan, objek retribusi adalah pemakaian kekayaan daerah berupa tanah HPL Pemkot Bandarlampung yang di atasnya telah berdiri bangunan ruko/toko/kios yang dikuasai oleh perorangan maupun badan hukum sesuai dengan nama yang tertulis di dalam sertifikat HGB di atas HPL.
’’Jadi pasal 1 dan 3 Perwali No. 47/2011 tidak konsisten, dan ini bertentangan dengan pasal 3 serta tak sesuai UU No. 28/2009 dan Perda No. 6/2011,” pungkas dia.
Sehubungan dengan itu, menurut Hartarto, HGB di atas HPL Pemkot Bandarlampung yang saat ini dikuasai para pemiik ruko, toko, maupun kios sesuai nama yang tertera dalam sertifikat HGB yang diterbitkan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) bukan merupakan objek retribusi pemakaian kekayaan daerah.
’’Karenanya tidak sesuai dengan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ini dijelaskan dalam pasal 127 dan 128. Demikian juga Perda Kota Bandarlampung No. 6/2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, yaitu pasal 2 huruf a dan pasal 5 ayat 1 serta penjelasannya. Maka tidak ada aturan yang mengatur tentang penarikan retribusi,’’ tandas dia.
Artinya, perpanjangan HGB dan HPL dapat dilakukan kapan saja sebelum masa berakhirnya itu memenuhi ketentuan sebagaimana ditegaskan dalam Keputusan Kepala BPN No. 1/2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan BPN. (ful/c1/niz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar