BandarLampung,-
Ditemui di sekretariatnya, Jalan Teluk Lampung RT I LK I No 27, Pidada Panjang,
Agus Saprudin koordinator Aksi A2P3
(Asosiasi Angkutan Pengemudi Pelabuhan Panjang) yang beberapa hari yang
lalu melakukan pemogokan dan aksi menginap di DPRD Lampung menuturkan siapa
dirinya sebenarnya dan apa motivasinya dalam membantu perjuangan para buruh
Pelabuhan Panjang termasuk A2P3.
Dengan
suasana santai dan penuh kekeluargaan Agus panggilan akrabnya menyambut kedatangan
wartawan Editor dengan ramah. Sambil menyeruput kopi hitam, sebatang rokok
ditangan, mengenakan celana panjang berwarna hitam bertelanjang dada, Agus
menuturkan tentang pengalaman hidupnya, perjuangannya, cita-cita, serta
motivasinya terlibat dalam perjuangan gerakan buruh di Panjang.
Lahir
di Bangkalan Madura 49 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 16 Agustus 1962. Agus
Saprudin, masa kecilnya dihabiskan di
Madura Jawa Timur. Berasal dari keluarga yang sederhana dapat dikatagorikan
miskin, Agus dilahirkan dari dari seorang ibu bernama Sunarsih dan ayah bernama
Gaswan yang berdarah Madura. Agus merupakan anak ke 4 dari 13 saudara. Namun dari 13 Saudara tersebut yang hidup
hanya 9 orang selebihnya meninggal dari kecil.
Siapa
sangka Agus yang begitu berapi-api dalam setiap aksi memperjuangkan Buruh ini,
hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 5 sekolah dasar. “Saya cuma sampai
kelas 5 sekolah dasar, SD saja saya tidak tamat” tuturnya santai sambil
mengepulkan asap dari rokok yang dihisapnya.
Namun
jangan mengira, meskipun hanya jebolan kelas 5 sekolah dasar, Agus memiliki
kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Agus tidak gentar ataupun
kalah pandai dalam berdebat atau berorasi.
Padahal yang dihadapinya bukanlah main-main, mulai dari pengusaha, pejabat
pemerintahan, maupun anggota dewan yang terhormat yang notabene adalah orang
berpendidikan tinggi.
Agus
tergolong cerdas, dia sangat menguasai dan hapal hukum dan undang-undang perburuhan.
Dia mengaku bahwa pengetahuan itu dia pelajari secara otodidak, karena selalu
bersentuhan dengan permasalahan buruh maka lambat laun dia hapal pasal
perpasal serta bisa menyebutkan dengan
benar pasal-pasal tersebut. Agus muncul bak seorang pengacara perburuhan.
Karena kemampuannya dalam bernegosiasi itulah Agus dijuluki para pengusaha yang
pernah berbenturan dengan dirinya sebagai “pengacara
sandal jepit”. Karena memang sehari-hari dia hanya menggunakan sandal
jepit.
Namun
sayang kelebihan tersebut tidak beriringan dengan persoalan asmara. Hingga saat
ini dia mengaku masih sendiri dan belum berhasil menemukan pendamping hidupnya.
ketika ditanya kenapa tidak menikah dia nampak bersemu malu. Dengan politis dia
menjawab, “ Mungkin belum dapat jodoh yang terbaik saja, tapi saya berharap
suatu saat nanti saya dapat menemukan seseorang yang mau jadi pendamping hidup
saya” ujarnya sambil tersenyum.
Agus
menceritakan bila dia menginjakkan kakinya di bumi Lampung ketika berumur 18 tahun, tepatnya
tahun 1982. Setibanya di pelabuhan Panjang karena minimnya pendidikan yang
dimilikinya, saat itu tidak ada pilihan lain baginya selain bekerja sebagai
buruh angkut atau kuli panggul di Pelabuhan. Itu dilakoninya hingga dewasa.
Pernah juga dia bekerja di bidang pertanian di Gisting Tanggamus. Namun karena
jiwanya adalah bekeinginan membela kaum buruh dia kembali lagi ke Pelabuhan
Panjang.
Dari
situlah akhirnya Agus mulai mengenal tentang gerakan buruh yang menurutnya
selama ini selalu tertindas. Agus lalu bergabung dengan Serikat Buruh Lampung.
Namun ternyata menurutnya organisasi perburuhan yang diikutinya tidak
murni memperjuangkan kaum buruh. Kadang perjuangan kaum buruh dibelokkan kearah
lain sehingga hasilnya hanyalah dil-dil politik yang akhirnya merugikan buruh
tanpa memberikan solusi yang jelas untuk kaum buruh.
Karena
kecewa Agus lalu keluar dari organisasi itu dan bertekad berjuang sendiri. Dari
situlah perjuangannya semakin intens setiap ada perjuangan buruh menuntut
hak-hak normatifnya Agus selalu melibatkan diri dan dipercaya untuk memimpin.
Agus pernah memimpin perjuangan buruh Hanjung dll, cukup banyak perusahaan yang
pernah berurusan dengannya sehingga dia mengaku tidak hapal satu persatu nama
perusahannya.
Dari
aksi-aksi yang dilakukan nya itulah akhirnya membentuk watak dan mentalnya yang
berani menghadapi para pengusaha dan pemerintah yang menurutnya selalu
memarjinalkan kaum buruh yang lemah. “Saya termotivasi membantu rekan-rekan
buruh ini karena keprihatin saya yang mendalam atas apa yang terjadi dengan mereka, kaum buruh selama ini selalu ditindas, tidak
pernah diberikan hak hidup dan upah yang layak buat mereka. Pemerintah dan
penguasa selalu berkongkalikong untuk membodohi para buruh dan memaksa kemauan
mereka, tanpa melihat betapa buruh makin sulit hidupnya dan makin miskin, ”
ujarnya dengan nada sedikit geram.
Motivasi
tersebut selalu berusaha ditularkannya pada rekan-rekannya agar berjuang untuk
merebut hak-haknya.”Menurut saya hal itu harus diperjuangkan dan direbut siapa
lagi yang akan berjuang kalau bukan kita sendiri, mengharapkan pemerintah dan
pengusaha untuk berbaik hati pada kita itu sama saja bohong”, katanya dengan
nada pesimis.
Dari
data yang didapatkannya Agus menyatakan bila dari hampir 4000 perusahaan yang
ada di Lampung ini hamper 99 % melakukan pelanggaran hak normatif kaum buruh.
Dari Undang-Undang Ketenagakerjaan dan perburuhan yang diperlajari, dan sangat
dihapalnya, Agus mampu menjelaskan
tentang apa saja hak-hak kaum buruh yang selalu dilanggar para pengusaha.
Undang-undang tersebut bila benar-benar dijalankan seharusnya bisa jadi
pelindung bagi kau buruh, tapi kenyataannya UU tersebut tidak dijalankan secara
konsisten. “Hingga hari ini belum ada para pengusaha tersebut yang tersentuh
hukum, padahal disitu sangat jelas sanksi pidananya” katanya menerangkan.
Dari
banyak kasus yang pernah didampinginya, Agus mengkoleksi puluhan surat dari
berbagai instansi dan pejabat pemerintahan baik dari Komnas HAM, Mentri, Staff
Khusus Presiden, dari Satgas Mafia Anti Korupsi. Surat-surat tersebut sempat
ditunjukkannya saat dialog dengan komisi IV dan V DPRD Lampung ketika melakukan
perundingan menuntut agar sistem curah 7 komoditi dilakukan sistem bag atau
pengarungan di ruang komisi IV yang dipimpin langsung ketua komisi IV Darwin
Ruslinur.
Menurutnya
dari puluhan surat tersebut semuanya hanya janji-janji belaka tidak ada satupun
yang benar-benar bisa menyelesaikan atau memberikan solusi bagi kaum buruh.”
Surat-surat dari petinggi itu hanya jadi sampah di Lampung ini, kami sudah
krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang selama ini selalu membela kapitalis
pemilik modal” katanya saat itu.
Agus
juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap pemberlakuan sistem kerja kontrak
yang jelas merugikan para kaum buruh.” Sistem kontrak tersebut harus dihapuskan
karena jelas sangat tidak menguntungkan bagi si buruh, mereka tidak mendapat
jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, jaminan kesejahteraan, bisa saja secara
tiba-tiba mereka diberhentikan tanpa diberikan uang pesangon” tuturnya menjelaskan tentang kerugian sistem
kontrak bagi buruh.
Saat
ditanya apakah ada motif uang atas apa yang dilakukannnya dalam melakukan
pembelaannya terhadap kaum buruh, Agus
membantah.” Bila motif itu tentulah saya tidak akan sesusah ini, memang sudah
banyak pengusaha yang berurusan dengannya yang menawari saya uang agar saya berhenti
memperjuangkan buruh tapi itu saya tolak mentah-mentah”, tandasnya. Hal itu
dibenarkan oleh rekan-rekan seperjuangannya.
Aktivis
yang mengagumi dan mengidolakan Bung Karno ini ternyata memiliki pandangan
miring terhadap partai politik. Dia mengaku pesimis dengan partai politik yang
ada saat ini, “Saya puas dibohongi dan itu cukup menjadi pelajaran buat saya, jadi
saya tidak ada keinginan untuk bergabung dengan partai politik tertentu, menurut
saya partai politik hanyalah
mementingkan kepentingan politik kelompoknya saja, secara teoritis demi
kepentingan rakyat tapi kenyataannya mereka hanya mementingkan kelompoknya saja”
ujarnya menutup pembicaraan. (fey)