Kenikmatan' dan 'kepuasan seks' seringkali dianggap sama bagi sebagian orang. Padahal sebenarnya, dua hal tersebut memiliki arti yang berbeda.
Kepuasan
seks itu 'wajib' dimiliki laki-laki dan perempuan, karena keduanya
sama-sama mempunyai 'hak' untuk itu. Sikap pura-pura orgasme sangatlah
merugikan, sementara kepuasan sejati tidak didapatkan selama berhubungan
seks dengan pasangan.
Sementara, faking orgasm
alias 'orgasme palsu' atau pura-pura orgasme, seringkali dilakukan oleh
banyak orang demi menyenangkan pasangan semata. Padahal, 'orgasme
palsu' gampang sekali terbaca. Orang yang mengalami orgasme gampang
dikenali, antara lain badan mengejang selama beberapa detik dan
mengeluarkan 'suara-suara erotis atau erangan' yang jauh dari kesan
pura-pura.
Tanda-tanda lain perempuan
mencapai kepuasan adalah payudara mengeras, lubrikasi di organ genital,
vagina berwarna merah kebiru-biruan akibat rangsangan dari pasangan.
Dan untuk mencapai kepuasan maksimal, maka pemanasan adalah salah satu
sarana untuk menuntun perempuan mencapai orgasme.
Jadi apa bedanya kenikmatan dan kepuasan seks?
Kepuasan
seks melibatkan dua orang yang saling 'bekerja sama'. Berbeda dengan
kenikmatan. Dengan masturbasi orang mendapat kenikmatan, namun belum
tentu mencapai kepuasan. Jika hanya ingin orgasme saja bisa dilakukan
sendiri lewat alat bantu atau menggunakan ketrampilan tangan dan bisa
dilakukan sendiri. Namun belum tentu salah satu pasangan puas.
Kenikmatan
(pleasure) dan kepuasan (satisfaction) adalah dua hal yang beda. Jika
seseorang mencapai kepuasan, sudah pasti dia mengalami kenikmatan, namun
tidak bisa berlaku sebaliknya.
Untuk
mencapai kepuasan, banyak faktor psikologis terlibat. Tidak hanya
kenikmatan yang dikelola, namun juga kualitas hidup, termasuk mengelola
organ genital. Sebuah penelitian di AS pada 2004 menyatakan bahwa
kehidupan seks yang memuaskan membuat seseorang lebih percaya diri dan
optimis menghadapi hidup.
Jika
seseorang kehidupan seksualnya bermasalah, sekitar 90% aspek
psikologisnya terganggu, namun tidak berlaku sebaliknya. Dan kebanyakan,
masalah yang dihadapi oleh pasangan adalah berkaitan dengan tiga hal,
yaitu keuangan, keluarga inti dan keluarga besar, serta masalah seksual.
Misalkan
jika ada seorang laki-laki yang mengeluhkan sakit kepala berat,
migrain, namun ternyata dokter tidak menemukan penyakitnya. Dan setelah
disarankan untuk mendatangi psikolog, laki-laki tersebut diketahui
mengalami masalah seksual dengan pasangannya. Saat masalah seksual ini
teratasi, berbagai keluhan sakit itu pun lambat laun juga menghilang.
Biasanya,
seorang yang bermasalah dengan kehidupan seksualnya dikarenakan ia
mengabaikan kebutuhan seksual pasangannya. Padahal, perempuan juga butuh
dipuaskan. Sementara si perempuan enggan 'menuntut' pasangan
laki-lakinya untuk memuaskannya, dengan dalih kasihan karena sudah
bekerja keras seharian.
Jadi, bagaimana solusinya?
Komunikasi
secara terbuka antar pribadi dalam pasangan tersebut memegang peranan
penting dan tentunya dilakukan dalam kondisi yang memungkinkan untuk
bicara. Faking orgasm tidak akan berhasil. Jika berlarut-larut dan dibiarkan malah akan membahayakan hubungan pasangan itu sendiri.
Sumber : KapanLagi.com
Sumber : KapanLagi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar