TOPIK HANGAT

11 Des 2011

Dijuluki Pengacara Sandal Jepit


BandarLampung,- Ditemui di sekretariatnya, Jalan Teluk Lampung RT I LK I No 27, Pidada Panjang, Agus Saprudin koordinator Aksi A2P3  (Asosiasi Angkutan Pengemudi Pelabuhan Panjang) yang beberapa hari yang lalu melakukan pemogokan dan aksi menginap di DPRD Lampung menuturkan siapa dirinya sebenarnya dan apa motivasinya dalam membantu perjuangan para buruh Pelabuhan Panjang termasuk A2P3.

Dengan suasana santai dan penuh kekeluargaan Agus panggilan akrabnya menyambut kedatangan wartawan Editor dengan ramah. Sambil menyeruput kopi hitam, sebatang rokok ditangan, mengenakan celana panjang berwarna hitam bertelanjang dada, Agus menuturkan tentang pengalaman hidupnya, perjuangannya, cita-cita, serta motivasinya terlibat dalam perjuangan gerakan buruh di Panjang.

Lahir di Bangkalan Madura 49 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 16 Agustus 1962. Agus Saprudin,  masa kecilnya dihabiskan di Madura Jawa Timur. Berasal dari keluarga yang sederhana dapat dikatagorikan miskin, Agus dilahirkan dari dari seorang ibu bernama Sunarsih dan ayah bernama Gaswan yang berdarah Madura. Agus merupakan anak ke 4 dari 13 saudara.   Namun dari 13 Saudara tersebut yang hidup hanya 9 orang selebihnya meninggal dari kecil.

Siapa sangka Agus yang begitu berapi-api dalam setiap aksi memperjuangkan Buruh ini, hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 5 sekolah dasar. “Saya cuma sampai kelas 5 sekolah dasar, SD saja saya tidak tamat” tuturnya santai sambil mengepulkan asap dari rokok yang dihisapnya.

Namun jangan mengira, meskipun hanya jebolan kelas 5 sekolah dasar, Agus memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Agus tidak gentar ataupun kalah pandai dalam berdebat atau berorasi.  Padahal yang dihadapinya bukanlah main-main, mulai dari pengusaha, pejabat pemerintahan, maupun anggota dewan yang terhormat yang notabene adalah orang berpendidikan tinggi.

Agus tergolong cerdas, dia sangat menguasai dan hapal hukum dan undang-undang perburuhan. Dia mengaku bahwa pengetahuan itu dia pelajari secara otodidak, karena selalu bersentuhan dengan permasalahan buruh maka lambat laun dia hapal pasal perpasal  serta bisa menyebutkan dengan benar pasal-pasal tersebut. Agus muncul bak seorang pengacara perburuhan. Karena kemampuannya dalam bernegosiasi itulah Agus dijuluki para pengusaha yang pernah berbenturan dengan dirinya sebagai “pengacara sandal jepit”. Karena memang sehari-hari dia hanya menggunakan sandal jepit.

Namun sayang kelebihan tersebut tidak beriringan dengan persoalan asmara. Hingga saat ini dia mengaku masih sendiri dan belum berhasil menemukan pendamping hidupnya. ketika ditanya kenapa tidak menikah dia nampak bersemu malu. Dengan politis dia menjawab, “ Mungkin belum dapat jodoh yang terbaik saja, tapi saya berharap suatu saat nanti saya dapat menemukan seseorang yang mau jadi pendamping hidup saya” ujarnya sambil tersenyum.

Agus menceritakan bila dia menginjakkan kakinya di  bumi Lampung ketika berumur 18 tahun, tepatnya tahun 1982. Setibanya di pelabuhan Panjang karena minimnya pendidikan yang dimilikinya, saat itu tidak ada pilihan lain baginya selain bekerja sebagai buruh angkut atau kuli panggul di Pelabuhan. Itu dilakoninya hingga dewasa. Pernah juga dia bekerja di bidang pertanian di Gisting Tanggamus. Namun karena jiwanya adalah bekeinginan membela kaum buruh dia kembali lagi ke Pelabuhan Panjang.

Dari situlah akhirnya Agus mulai mengenal tentang gerakan buruh yang menurutnya selama ini selalu tertindas. Agus lalu bergabung dengan Serikat Buruh Lampung. Namun ternyata menurutnya organisasi perburuhan yang diikutinya tidak murni memperjuangkan kaum buruh. Kadang perjuangan kaum buruh dibelokkan kearah lain sehingga hasilnya hanyalah dil-dil politik yang akhirnya merugikan buruh tanpa memberikan solusi yang jelas untuk kaum buruh.

Karena kecewa Agus lalu keluar dari organisasi itu dan bertekad berjuang sendiri. Dari situlah perjuangannya semakin intens setiap ada perjuangan buruh menuntut hak-hak normatifnya Agus selalu melibatkan diri dan dipercaya untuk memimpin. Agus pernah memimpin perjuangan buruh Hanjung dll, cukup banyak perusahaan yang pernah berurusan dengannya sehingga dia mengaku tidak hapal satu persatu nama perusahannya.

Dari aksi-aksi yang dilakukan nya itulah akhirnya membentuk watak dan mentalnya yang berani menghadapi para pengusaha dan pemerintah yang menurutnya selalu memarjinalkan kaum buruh yang lemah. “Saya termotivasi membantu rekan-rekan buruh ini karena keprihatin saya yang mendalam atas apa yang terjadi dengan mereka,  kaum buruh selama ini selalu ditindas, tidak pernah diberikan hak hidup dan upah yang layak buat mereka. Pemerintah dan penguasa selalu berkongkalikong untuk membodohi para buruh dan memaksa kemauan mereka, tanpa melihat betapa buruh makin sulit hidupnya dan makin miskin, ” ujarnya dengan nada sedikit geram.

Motivasi tersebut selalu berusaha ditularkannya pada rekan-rekannya agar berjuang untuk merebut hak-haknya.”Menurut saya hal itu harus diperjuangkan dan direbut siapa lagi yang akan berjuang kalau bukan kita sendiri, mengharapkan pemerintah dan pengusaha untuk berbaik hati pada kita itu sama saja bohong”, katanya dengan nada pesimis.

Dari data yang didapatkannya Agus menyatakan bila dari hampir 4000 perusahaan yang ada di Lampung ini hamper 99 % melakukan pelanggaran hak normatif kaum buruh. Dari Undang-Undang Ketenagakerjaan dan perburuhan yang diperlajari, dan sangat dihapalnya,  Agus mampu menjelaskan tentang apa saja hak-hak kaum buruh yang selalu dilanggar para pengusaha. Undang-undang tersebut bila benar-benar dijalankan seharusnya bisa jadi pelindung bagi kau buruh, tapi kenyataannya UU tersebut tidak dijalankan secara konsisten. “Hingga hari ini belum ada para pengusaha tersebut yang tersentuh hukum, padahal disitu sangat jelas sanksi pidananya” katanya menerangkan.

Dari banyak kasus yang pernah didampinginya, Agus mengkoleksi puluhan surat dari berbagai instansi dan pejabat pemerintahan baik dari Komnas HAM, Mentri, Staff Khusus Presiden, dari Satgas Mafia Anti Korupsi. Surat-surat tersebut sempat ditunjukkannya saat dialog dengan komisi IV dan V DPRD Lampung ketika melakukan perundingan menuntut agar sistem curah 7 komoditi dilakukan sistem bag atau pengarungan di ruang komisi IV yang dipimpin langsung ketua komisi IV Darwin Ruslinur.

Menurutnya dari puluhan surat tersebut semuanya hanya janji-janji belaka tidak ada satupun yang benar-benar bisa menyelesaikan atau memberikan solusi bagi kaum buruh.” Surat-surat dari petinggi itu hanya jadi sampah di Lampung ini, kami sudah krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang selama ini selalu membela kapitalis pemilik modal” katanya saat itu.

Agus juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap pemberlakuan sistem kerja kontrak yang jelas merugikan para kaum buruh.” Sistem kontrak tersebut harus dihapuskan karena jelas sangat tidak menguntungkan bagi si buruh, mereka tidak mendapat jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, jaminan kesejahteraan, bisa saja secara tiba-tiba mereka diberhentikan tanpa diberikan uang pesangon”  tuturnya menjelaskan tentang kerugian sistem kontrak bagi buruh.

Saat ditanya apakah ada motif uang atas apa yang dilakukannnya dalam melakukan pembelaannya  terhadap kaum buruh, Agus membantah.” Bila motif itu tentulah saya tidak akan sesusah ini, memang sudah banyak pengusaha yang berurusan dengannya yang menawari saya uang agar saya berhenti memperjuangkan buruh tapi itu saya tolak mentah-mentah”, tandasnya. Hal itu dibenarkan oleh rekan-rekan seperjuangannya.

Aktivis yang mengagumi dan mengidolakan Bung Karno ini ternyata memiliki pandangan miring terhadap partai politik. Dia mengaku pesimis dengan partai politik yang ada saat ini, “Saya puas dibohongi dan itu cukup menjadi pelajaran buat saya, jadi saya tidak ada keinginan untuk bergabung dengan partai politik tertentu, menurut saya  partai politik hanyalah mementingkan kepentingan politik kelompoknya saja, secara teoritis demi kepentingan rakyat tapi kenyataannya mereka hanya mementingkan kelompoknya saja” ujarnya menutup pembicaraan. (fey)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar